Chapter Review I : Manuver Pembelajaran Menulis

15 Maret 2015

REVISI #3

KOLABORASI:  MANUVER PEMBELAJARAN MENULIS
Oleh Syarifah Khuraesin
Tadris Bahasa Inggris (TBI-A) Semester IV
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon

Chapter review ini mengupas sebuah manuver alternatif dalam pembelajaran menulis, yakni metode collaborative atau kolaborasi. Menulis kolaboratif adalah suatu teknik pengajaran menulis dengan melibatkan kolaborator atau sejawat yang diajak berkolaborasi untuk saling mengoreksi. Berikut yang akan dibahas dalam chapter review ini adalah filosofi menulis kolaboratif, teknik penerapan menulis kolaboratif, tahapan-tahapannya, dan metode evaluasi yang digunakan. Fokus utama dalam chapter review ini adalah kemampuan membaca kritis dan corrective feedback. Salah satu proses dalam menulis kolaboratif adalah proses saling mengoreksi atau peer editing. Melalui proses tersebut diharapkan dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan menulisnya serta membangun kesadaran writer-orientedness.

Landasan Filosofis Menulis Kolaboratif
Pandangan menulis berdasarkan writer-orientedness adalah sebuah pandangan yang berfokus pada penulis dan penjelasan menulis dalam hal proses yang digunakan untuk membuat teks. Pandangan menulis ini terbagi menjadi tiga yaitu exspressivism, cognitivism dan Situated strand (Hyland, 2009:7).
Expressivism berfokus pada menulis sebagai ekspresi pribadi penulis. Berasal dari karya Elbow (1998), Murray (1985) dan lain-lain, pandangan ini mendorong penulis untuk menemukan suara mereka sendiri untuk menghasilkan tulisan yang segar dan spontan. Ada asumsi yang mendasari bahwa pemikiran mendahului menulis dan ekspresi bebas dari ide dapat mendorong penemuan diri sendiri dan pematangan kognitif. Pengembangan menulis dan pengembangan pribadi dipandang sebagai jalinan simbiosis sampai pada tingkat terapi yang baik dan tujuan komposisi pada pemikiran yang jernih, hubungan yang efektif, dan memuaskan ekspresi diri (Moffett, 1982: 235).
Menulis menekankan pada proses perkembangan. Oleh karena itu guru didorong untuk tidak memaksakan pandangan mereka, memberikan model, atau memberikan tanggapan terhadap topik-topik sebelumnya. Sebaliknya, guru dihimbau untuk merangsang pemikiran penulis melalui tugas pra-menulis, seperti menulis jurnal dan analogi (Elbow, 1998), dan untuk menanggapi ide-ide yang penulis hasilkan. Maka, menulis dapat dikatakan sebagai self-discovery atau penemuan diri sendiri.
Cognitivism berfokus pada menulis sebagai proses kognitif. Ahli kognitif, Flower dan Hayes (1981) melihat urgensi dalam studi komposisi untuk memahami bagaimana dan mengapa penulis membuat pilihan yang mereka lakukan selama proses penulisan. Penelitian mereka menuntun mereka untuk mengklaim bahwa menulis adalah non-linear, hirarki, proses dorongan tujuan. Selain itu, mereka memusatkan perhatian studi komposisi mereka pada protokol dari proses penulisan, termasuk planning, translating, embedding, dan reviewing.
Pandangan yang ketiga adalah menulis sebagai situated act. Menulis adalah tindakan sosial yang dapat terjadi dalam situasi tertentu. Oleh karena itu dipengaruhi baik oleh sikap pribadi dan pengalaman sebelumnya yang penulis bawa untuk menulis dan dampak dari politik tertentu dan konteks institusional di mana itu terjadi. Dengan menggunakan pengamatan rinci tentang tindakan menulis, interview peserta, analisis praktek sekitarnya dan teknik lainnya, para peneliti telah mengembangkan catatan yang menarik tentang konteks penulisan setempat. Deskripsi ini memberi perhatian yang signifikan terhadap pengalaman penulis dan pemahaman mereka tentang tuntutan konteks langsung saat mereka menulis (Hyland, 2009:26).
Berawal dari teori proses retorika dan komposisi, lahirlah pedagogi kolaboratif. Pedagogi kolaboratif meyakini bahwa siswa akan lebih baik terlibat dengan menulis, berpikir kritis, dan revisi jika mereka terlibat dengan orang lain.
Ada banyak ahli teori retorika dan komposisi yang mengeksplorasi pedagogi kolaboratif. Bruffee (2009) melihat strategi pedagogis kolaboratif sebagai proses alami pembelajaran, lebih dari pemikiran individu dan pembelajaran. Harris (2009)  berpikir bahwa perguruan tinggi kadang-kadang berlawanan dengan pedagogi kolaboratif, karena produk individu lebih sangat dihargai. Sedangkan Higgins, Flower, dan Petraglia (1992) menganggap menulis kolaboratif sebagai cara untuk mendorong reflektif berpikir, terutama jika peserta didik terlibat dalam tindakan menjelaskan dan membela ide-ide mereka untuk rekan-rekan mereka.
 Dapat disimpulkan bahwa menulis kolaboratif  adalah proses sosial dimana peserta didik dapat berinteraksi dengan peserta didik lainnya dan saling memberi masukan (corrective feedback) terhadap tulisan teman mereka.

Teknik Menulis Kolaboratif
Menulis kolaboratif seperti yang dinyatakan Alwasilah (2005:21) adalah suatu teknik pengajaran menulis dengan melibatkan kolaborator atau sejawat yang diajak berkolaborasi untuk saling mengoreksi. Maka teknik atau sistem yang digunakan dalam metode ini adalah menulis secara berpasangan atau berkelompok.
Pada awal pembelajaran, peserta didik dibagi menjadi beberapa pasangan atau kelompok. Salah satu cara untuk memastikan bahwa setiap orang memainkan bagian dalam proyek ini adalah dengan memberikan tugas kepada setiap orang. Tugas harus diputar sehingga setiap orang memiliki kesempatan untuk memberikan feedback di setiap bidang. Tugas harus dibagi menjadi tiga posisi penting: drafter atau penyusun bertugas untuk membuat dan menyusun teks; reviewer akan membaca apa yang telah ditulis drafter untuk mengidentifikasi dan memeriksa fokus paragraf, penyusunan, dan pengembangan ide;  editor bertugas memeriksa tata bahasa, format, dan meninjau integrasi sumber. Apabila kelompok hanya terdiri dari dua orang, maka tugas editor merangkap pada reviewer.

Tahapan Menulis Kolaboratif
Setelah membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok, selanjutnya ada beberapa proses tahapan yang harus dilakukan. Berikut proses tahapan menulis menurut Hyland (2009: 81): prewriting; writing; editing; rewriting; dan publication.
Pertama, prewriting. Pada tahapan ini peserta kolaborasi menulis akan melakukan brainstorming. Peserta merencanakan tulisan dengan membuat poin-poin gagasan dari topik yang telah mereka pilih.
Kedua, writing. Setelah melakukan brainstorming dan membuat poin-poin gagasan,  tahap berikutnya yaitu melakukan drafting atau penyusunan. Peserta menyusun konsep-konsep yang telah dipilih ke dalam tulisan yang teratur.
Ketiga, editing. Pada tahapan ini terjadi proses peer editing yaitu peserta didik akan saling mengoreksi tulisan sejawat (kolaborator) mengenai kalimat yang kurang efektif, salah fokus, ataupun paragraf yang tidak koheren. Lalu perkuat pernyataan dengan bukti yang relevan, dan tingkatkan pula gaya penulisan.
Keempat, rewriting. Mengidentifikasi fokus dan struktur penulisan, serta merevisi atau memperbaiki tulisan sehingga lebih baik dari revisi sebelumnya. Tahapan ini dikatakan berhasil apabila menerapkan masukan (feedback) dari hasil diskusi kolaborasi dengan kolaborator.
Kelima, publication. Tahapan ini ditandai dengan adanya proofreading. Peserta juga merapikan tulisan dan menilai produk akhir lalu mempublikasikannya.

Kunci Utama Menulis Kolaboratif
Sejalan dengan pedagogi kolaboratif, kunci utama dari menulis kolaboratif adalah berpikir kritis (critical thinking). Karena dalam proses menulis kolaboratif dibutuhkan pikiran yang kritis dalam membaca suatu teks (critical reading) ataupun teks yang ditulis kolaborator. Sehingga diharapkan dengan kemampuan membaca kritis tersebut mampu menulis kritis (critical writing) dan memberikan corrective feedback atau umpan balik berupa koreksi terhadap tulisan sejawat (kolaboratornya).
       1.      Membaca Kritis
Membaca kritis berarti mengevaluasi apa yang dibaca menggunakan pengetahuan sendiri dengan melihat kualitas tulisan, kualitas penelitian, dan persuasif argumen, dan sebagainya. Membaca kritis merupakan proses aktif di mana reviewer meneliti dan mempertanyakan literatur secara sistematis dengan tujuan menilai kredibilitas dan validitas. Membaca kritis umumnya mengacu membaca dalam konteks ilmiah, dengan mata tertuju pada pengidentifikasian teks atau sudut pandang penulis, argumen, bukti, dan kesimpulan.
Konsep utama dalam membaca kritis sebagai berikut: analisis; inferensi; asumsi; interpretasi; dan implikasi.
a. Analisis
Facione (2010) mendefinisikan analisis sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi teks dan hubungan inferensial yang sesungguhnya di antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk-bentuk representasi yang dimaksudkan untuk mengungkapkan keyakinan, penilaian, pengalaman, alasan, informasi, atau pendapat. Proses analisis melibatkan pemecahan sebuah pekerjaan secara terpisah, memeriksa maksud dari suatu elemen secara terpisah, dan mencari tahu bagaimana mereka berhubungan satu sama lain, dengan tujuan memahami makna karya secara keseluruhan. Ketika menganalisis teks, penting juga untuk membuat hubungan antara apa yang dibaca dan apa yang sudah diketahui.
b. Inferensi
Tindakan penyimpulan atau inferensi merupakan komponen penting dari proses membaca kritis karena melibatkan membuat penilaian dan menarik kesimpulan.
Pembaca perlu mencatat bahwa ada perbedaan antara kesimpulan yang wajar dan benar. Seseorang dapat membuat kesimpulan yang masuk akal berdasarkan pada teks dan pengetahuan sebelumnya; Namun, ini mungkin saja tidak benar. Salah satu cara untuk memastikan kebenaran dari kesimpulan seseorang tersebut adalah meninjau bukti dan mencoba untuk menentukan apakah alasan tertentu dapat diberikan untuk membenarkan kesimpulan yang telah ditarik. Pada akhirnya keesimpulan merupakan spekulasi yang didasarkan pada bukti-bukti. Mereka tidak cukup berupa produk penalaran deduktif sehingga tidak ada kesimpulan berbeda dari teks yang sama.
c. Asumsi
Asumsi adalah pernyataan atau fakta yang diambil begitu saja dan diperlukan untuk membuat kesimpulan yang valid. Asumsi juga dapat dikatakan sebagai elemen yang menjembatani kesenjangan antara argumen yang menyatakan bukti dan kesimpulan. Meskipun inferensi dan asumsi tidak sama persis, namun keduanya berkaitan. Karena biasanya kesimpulan ditarik berdasarkan dengan apa yang diasumsikan.
d. Interpretasi
Facione (2010) mendefinisikan interpretasi sebagai kemampuan untuk memahami dan mengekspresikan arti atau makna dari berbagai pengalaman, situasi, data, peristiwa, penilaian, konvensi, keyakinan, aturan, prosedur, atau kriteria. Interpretasi melibatkan kemampuan untuk menentukan apa yang penting, mengenali dan menjelaskan masalah tanpa prasangka, membuat perbedaan antara ide-ide utama dan sub-sub ide, dan sebagainya.
Sebuah kunci keterampilan dalam interpretasi adalah kemampuan untuk meringkas atau merangkum. Ketika seseorang mampu merangkum setiap paragraf atau setiap titik kunci, maka seseorang tersebut telah menafsirkan makna keseluruhan teks secara efektif.
e.  Implikasi
Implikasi adalah kesimpulan yang dapat ditarik dari sesuatu, meskipun tidak secara dinyatakan secara eksplisit. Implikasi memberikan materi atau bahan yang berguna untuk mengkritisi atau meruntuhkan argumen, sehingga interpreatasi merupakan komponen penting dari proses membaca kritis. menarik kesimpulan atau implikasi harus dimulai dengan pemahaman tentang fakta-fakta yang dinyatakan secara eksplisit dan kesimpulan yang ditarik oleh penulis.
          2.      Reading-Writing Connection
Ada keterikatan antara membaca dan menulis. Hal ini didukung oleh Tierney and Pearson (1983). Mereka percaya bahwa inti atau pusat dari pemahaman membaca atau menulis itu saling berhubungan. Pada hakikatnya membaca dan menulis merupakan proses yang serupa, yaitu proses pembangunan makna. Untuk mengaktifkan kemampuan membaca atau menulis, salah satu dari mereka harus ada yang diaktifkan terlebih dahulu. Dalam hal ini, untuk mengaktifkan kemampuan menulis, maka harus terlebih dahulu mengaktifkan kemampuan membaca. Semakin banyak membaca, maka semakin baik tulisan yang dihasilkan.   
          3.      Corrective feedback
Corrective feedback merupakan indikasi kepada peserta didik bahwa penggunaan bahasa sasaran yang digunakan tidak tepat. Ini mencakup berbagai tanggapan yang peserta didik terima. umpan balik korektif dapat eksplisit atau implisit, dan mungkin atau tidak termasuk informasi metalinguistik. Feedback dalam konteks ini bukan hanya sekedar komentar, saran, atau masukan yang tidak bermakna melainkan komentar atau masukan yang berisi koreksi terhadap tulisan sejawat (kolaborator) yang bersifat membangun.
Ada berbagai jenis corrective feedback: explicit correction, recast, clarification request, metalinguistic clues, elicitation, dan repetition.

Jenis Teks Menulis Kolaboratif
Dilihat dari konten atau isinya, teks terbagi dua, yaitu teks fiksi dan teks non-fiksi. Hyland menggunakan istilah yang berbeda, menyatakan bahwa teks terbagi ke dalam dua jenis, yaitu teks literer dan teks faktual. Namun teks literer dan teks factual memiliki arti yang sama dengan teks fiksi dan teks non-fiksi.
Teks literer meliputi naratif, deskripsi literatur, literary recount, respon pribadi, observasi, dan review. Teks faktual meliputi deskripsi faktual, factual recount, laporan informasi, explanasi, prosedur, eksposisi, procedural recount dan diskusi (Hyland, 2009:87).
Menulis kolaboratif dapat diterapkan pada jenis teks apapun, baik teks literatur maupun teks faktual. Jenis teks yang digunakan tergantung level dari peserta didik, seperti misalnya peserta menulis kolaboratif merupakan mahasiswa maka jenis teks yang digunakan adalah teks yang bersifat ilmiah atau faktual. Karena pada jenjang perguruan tinggi, mahasiswa dituntut untuk sering menulis akademik (academic writing) seperti esai, makalah, skripsi, tesis, dan sebagainya.

Batasan Reviewer
Pada pembahasan teknik menulis kolaboratif telah dijelaskan bahwa reviewer adalah kolaborator atau teman sejawat yang akan membaca, meninjau, dan mengoreksi teks. Menurut Kurland (2002) ada tiga aspek penilaian reviewer terhadap suatu teks, yaitu konten, bahasa, dan struktur.
Reviewer memiliki peran penting dalam proses menulis kolaboratif. Oleh karena itu untuk menjadi seorang reviewer, ada aturan-aturannya. Aturan dasarnya adalah tingkat seorang reviewer haruslah berada di atas penulis. Hal ini dikarenakan tugas reviewer yang berat, yaitu meninjau dan mengoreksi suatu teks. Reviewer harus memiliki kemampuan membaca kritis. Sehingga reviewer dapat memberikan corrective feedback yang dapat membantu penulis dalam mengembangkan kemampuan menulisnya.

Evaluasi Menulis Kolaborasi
Ada dua metode evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan penilaian summatif. Evaluasi formatif (formatif test) adalah suatu tes hasil belajar dimana evaluasi tersebut mempunyai suatu tujuan untuk dapat mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik itu telah terbentuk (sudah sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti suatu proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan tes sumatif adalah suatu penilaian yang pelaksanaannya itu dilakukan pada akhir tahun atau akhir program, atau lebih spesifiknya penilaian yang dilakukan pada akhir semester dari akhir tahun. Jadi, tujuannya adalah untuk melihat hasil yang dicapai oleh para peserta didik, yaitu seberapa jauhkah tujuan-tujuan kurikuler yang berhasil dikuasai oleh para peserta didik, dan penilaian ini pun dititikberatkan pada penilaian yang berorientasi kepada produk, bukan kepada sebuah proses.
Metode menulis kolaboratif merupakan metode yang menekankan pada proses. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Alwasilah (2005) bahwa menulis kolaboratif tidak menekankan pada hasil akhir melainkan pada proses. Sejalan dengan konsep dasar menulis, karena pada dasarnya menulis itu merupakan sebuah proses yang harus dilakukan seacra terus menerus. Maka metode evaluasi formatif cocok diterapkan dalam menulis kolaboratif.
Kelebihan menulis kolaboratif adalah dapat membantu peserta didik terlibat dalam sebuah komunitas yang sederajat yang merespons pekerjaan satu sama lain dan bersama-sama menciptakan konteks sosial otentik untuk interaksi dan pembelajaran (Mittan, 1989). Peserta didik tidak hanya memperoleh manfaat dari melihat bagaimana pembaca memahami ide-ide mereka dan apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan kemampuan mereka, tetapi juga mendapatkan keterampilan yang diperlukan untuk secara kritis menganalisis dan merevisi tulisan mereka sendiri (Leki, 1990; Zhang, 1995).
Di lain sisi, menulis kolaboratif juga memiliki kekurangan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada pembahasan batasan reviewer, bahwa tidak semua orang dapat menjadi reviewer yang baik. Dalam pelaksanaannya, dapat ditemukan reviewer yang kurang mempunyai kemampuan membaca kritis sehingga corrective feedback yang diberikan kurang maksimal.

Simpulan
Menulis kolaboratif adalah proses sosial dimana peserta didik dapat berinteraksi dengan peserta didik lainnya dan saling memberi masukan (corrective feedback) terhadap tulisan teman mereka. Menulis kolaboratif juga dapat diterapkan pada jenis teks apapun tergantung pada level pesertanya.
Menulis kolaboratif memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada beberapa kunci dalam proses menulis kolaboratif ini, seperti membaca kritis (critical reading), corrective feedback, dan reviewer. Menulis kolaboratif akan bekerja apabila reviewer merupakan quality reader yang mempunyai kemampuan membaca kritis (critical reading) sehingga dapat memberikan masukan atau koreksi yang dapat membantu penulis dalam mengembangkan kemampuan menulisnya.  

Daftar Pustaka
Alwasilah, Chaedar & Senny Suzanna. (2005). Pokoknya Menulis. Bandung: Kiblat.
Hyland, Ken. (2009). Teaching and Researching Writing 2nd Edition. Great Britain: Longman
Kurland, D. (2010). The fundamentals of critical reading and effective writing.
Moffett, J. (1982) Writing, inner speech and mediation. College English, 44: 231–44.





Comments

Popular posts from this blog

Antara Cinema 21, XXI, dan CGV, Pilih mana?

Pertemuan Kedua

Kamu: Kenangan tentang Luka dan Cinta