Old Love Story #13

         Setelah itu, mereka pulang kembali ke Bogor. Di dalam perjalanan, ternyata ada kecelakaan lalu lintas, jalanan jadi macet, sehingga ketika sampai di Bogor, hari sudah malam. ”Shas, aku antar kamu masuk, ya?” Pinta Ragil. ”Nggak usah, lagian ini kan udah malem, orang rumah juga pasti udah tidur.” Jawab Shasya. ”Nganternya sampai sini aja, Gil. Thanks, ya, udah mau nemenin aku jalan-jalan.” Ucap Shasya.
        ”Ya, udah deh, eh titip salam ya buat Alberth, terimakasih udah ijinin aku pergi bareng kamu!” Pinta Ragil.
        ”Ya deh. Kamu hati-hati, ya!” Jawab Shasya. Shasya pun keluar dari mobil, dia melambaikan tangannya pada Ragil. Ketika mobil Ragil telah menghilang dari pandangannya, ia berjalan hendak memasuki rumah. Al melihat Shasya tersenyum bahagia ketika keluar dari mobil, senyum yang hampir tak pernah terlihat lagi, maklumlah, setiap kali ketemu, pasti ribut mulu. Karena itu, dia juga berusaha sebisa mungkin menghindari pertengkaran di antara mereka.
        Shasya tidak sadar kalu Al sedang duduk di teras depan, ketika ia membuka pintu pagar, ia pun terkejut, ”Al? Ngapain kamu duduk di situ? Tumben masih bangun, biasanya jam segini udah tidur!” Al yang ditanya, hanya diam dan langsung memeluk Shasya sangat erat. Shasya heran dengan sikap Alberth itu, di dalam hati ia senang, karena beberapa minggu terakhir ini, ia hampir tak pernah lagi merasakan dekapan Alberth. Tapi, ia tetap saja kesal jika mengingat kejadian tadi sore.
        ”Kamu kenapa, sih? Lepasin! Aku capek, mau tidur!” Bentak Shasya.
        Tetapi Al tetap saja diam membisu. Terasa oleh Shasya betapa hangatnya tubuh Al. Tubuh Al berubah menjadi lemas, tiba-tiba ia pingsan, Shasya pun terkejut.
        ”Al, bangun Al! Al! Kamu kenapa?” Tanyannya sambil memegang kening Al, dan memang terasa suhu tubuh Al tinggi. Semula Shasya ingin meminta tolong mama, namun ia tidak tega membangunkan mama yang tengah tertidur pulas, jadi ia merangkul Al dan membawanya ke kamar Al. Shasya memberi aroma kayu putih di sekitar hidungnya dan setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Al terbangun juga. Al malah kaget ia sudah berada di kamarnya dan di situ ia melihat Shasya. ”Al, akhirnya kamu bangun juga. Aku takut kamu kenapa-kenapa. Lagian tadi ngapain sih di luar? Udah tau udaranya dingin. Suhu tubuh kamu tinggi, jadi aku kompress.” Ucap Shasya.
        ”Kamu udah nggak marah lagi sama aku? Tadi aku tuh lagi nungguin kamu. Aku khawatir sama kamu. Aku minta maaf ya, sama kamu. Kamu jangan marah lagi sama aku. Aku udah capek marahan sama kamu tadi. Aku nggak bisa jauh dari kamu. Aku tuh sayang banget sama kamu.” Ujar Al. Kata-kata itu sering sekali Al ucapkan pada Shasya dan selalu membuat Shasya berpikir kalau Al suka sama dia. Tapi ia juga menyadari kalau Al itu hanya menganggapnya sebagai orang adik, tak lebih. Tapi kata-katanya tadi seperti meyakinkan dan terlihat dengan pengorbanannya menunggu di depan teras hingga pingsan, membuat Shasya berpikir, Al benar-benar suka padanya. Al kenapa kamu selalu membuatku bingung, kamu itu sebenarnya suka sama siapa, tanya Shasya dalam batinnya. Rasanya ia ingin sekali menanyakan hal itu pada Al, tapi tak berani. ”Shas, kamu kenapa? Kamu ngelamun, ya?” Tanya Al membuat Shasya bangun dari lamunannya.
        ”Iya, aku udah maafin kamu. Oh, ya ini aku udah buat teh hangat untuk kamu, diminum dulu, ya.” Jawab Shasya.
        ”Iya, thanks ya, kamu udah mau maafin dan ngertiin aku.” Ucap Al.

×××

Comments

Popular posts from this blog

Antara Cinema 21, XXI, dan CGV, Pilih mana?

Pertemuan Kedua

Kamu: Kenangan tentang Luka dan Cinta