Old Love Story #10
“Hari ini kamu ada acara, nggak?” Tanya
Alberth pada Shasya.
“Mmmm . . . kayaknya nanti malam aku ada
acara nonton, deh.” Jawab Shasya.
“Sama siapa, Ragil lagi?” Tanya Alberth
kembali.
“Iya.” Jawab Shasya dengan tenang.
Alberth memperhatikan Shasya, ia melihat
sebuah kalung yang indah tergantung di leher Shasya. Kalung itu seperti baru
dilihatnya. “Shas, itu kalung baru, kok aku baru melihatnya?” Tanyannya.
Seraya memegang kalung yang dimaksud
Shasya menjawab, “Kalung ini, udah dari seminggu yang lalu, kok.”
“Dari siapa?” Tanya Alberth kembali
dengan penuh rasa penasaran.
“Dari Ragil, bagus, ya?!” Seru Shasya dengan riang.
Al hanya diam. Lalu diperhatikannya lagi
pergelangan tangan Shasya. “Gelang itu . . . kenapa gelang itu tidak ada?” Tanya
Al dalam hati. Resah.
“Kenapa kamu lepas gelang itu?” tanya
Alberth dengan setengah menyentak.
“Aku lepas, aku sama kamu kan nggak ada
hubungan apa-apa. Aku kan bukan siapa-siapa kamu. Udah ada Ragil juga.” Ujar
Shasya asal.
“KAMU?! Arghh!” bentak Al yang lagi
uring-uringan.
“Kamu kenapa? Kok
kayaknya kamu nggak senang melihat aku dekat sama Ragil? Kamu aja dekat sama Putri aku
nggak apa-apa!” Shasya balik bertanya dengan sedikit menyindir.
“Nggak, nggak apa-apa kok. Cuman aku
pesan, hati-hati ya, aku nggak mau melihat kamu menangis karena disakiti oleh
seorang cowok cuma gara-gara cinta.” Ujar Alberth.
“Nggak salah, tuh? Aku kan
udah besar, tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Nggak kayak kamu!” Tanya
Shasya kembali menyindir.
“Udah,
deh, jangan mulai. Aku nggak mau ya, cari ribut sama kamu.” Ujarnya.
“Siapa
yang cari ribut?” Tanya Shasya.
Kemudian terdengar suara
mesin mobil berhenti. Tak lama kemudian bell rumah Alberth terdengar.
”Siapa
lagi, sih?! Ganggu orang aja!” Keluh Alberth.
”Pasti,
Ragil!” Ujarnya seraya membukakan pintu, dan ternyata benar.
”Sore,
cantik, kamu udah nunggu lama, ya? Maafin aku, yah, tadi aku harus nganterin
Mammy shopping.” Ujar Ragil.
”Nggak
apa-apa kok. Aku juga baru siap-siap. Yuk, katanya mau pergi?” Tanyannya.
”Yuk,
tapi aku mau izin dulu sama orang rumah.” Jawab Ragil seraya masuk, karena ia
melihat Alberth sedang duduk di ruang tamu.
”Al,
aku mau ajak Shasya pergi dulu, ya!” Pinta Ragil pada Alberth.
”Nggak
boleh!!! Nanti Shasyanya kamu apa-apain lagi!!!” Jawab Alberth dengan nada
tinggi.
”Alberth,
kamu apa-apaan, sih!!! Ragil kan udah ngomong baik-baik sama kamu!!! Lagian
kamu itu siapa aku? kakak bukan, pacar bukan!!!” Bentak Shasya, seraya menarik
Ragil keluar rumah.
Alberth
nggak nyangka, Shasya sampai semarah itu, walaupun mereka sering bertengkar,
tapi nggak sampai kaya gini. Ini baru pertama kalinya.
Sementara
itu di mobil, ”Ragil, atas nama Alberth aku minta maaf, ya. Dasar, tuh si
Alberth! Pokoknya aku nggak mau maafin dia!” Ujar Shasya pada Ragil.
”Iya,
nggak ada yang perlu disalahkan, kok. Hei, nggak baik tau marah-marah kayak
gitu! Lihat tuh, kamu jadi jelek kayak gitu kalau marah!” Goda Ragil. ”Ih,
Ragil bisa aja, deh!” Jawab Shasya.
”Nah,
kalau kamu ketawa kan manis. Sekarang kita mau kemana?” Tanya Ragil.
”Nggak
tahu ah, aku jadi nggak mood. Terserah Ragil aja, deh.” Jawab Sasya.
”Gimana
kalau kita makan aja! Abis marah-marah kayak gitu, pasti laper, deh! Kebetulan
aku tahu rumah makan paling enak di daerah sini.” Ujar Ragil.
”Tahu
aja deh, kalau aku lagi laper.” Jawab Shasya.
Comments
Post a Comment