Love Story #2 (pt. 4)
Aku berharap pagi ini merupakan
pagi yang indah. Aku berangkat sekolah dengan senang hati. Namun itu semua
berubah ketika aku sampai kelas.
“Rio, traktir dong!” pinta Kana.
“Iya, Rio, traktir dong!” pinta Arrai.
“Ih, apaan sih.” Jawab Rio dengan santai.
Ketika yang lain meminta traktiran pada Rio, aku malah bingung sendiri.
Akhirnya aku tanya ke Kana. Mendengar penjelasan dari Kana, hatiku terasa
sakit. Ternyata Rio sudah jadian dengan Leslie. Rio suka sama Leslie dari
beberapa bulan yang lalu. Hatiku sakit. Namun aku berusaha menahannya. Aku
cukup terkejut karena Leslie itu teman sekelasku ketika smp dulu. Ya kami
lumayan dekat lah. Aku tidak mau di cap sebagai teman yang jahat karena tega
mengambil pacar temannya sendiri. Aku tidak mau.
Aku memeberanikan diri menyapa Rio. “Rio! Ciiyee yang semalam jadian. Selamat,
ya!” Godaku padanya.
“hahaha.. iya nih. Makasih ucapannya.” Jawabnya dengan senang, kalian tahu,
hatiku rasanya sakit mendengar itu.
“Ciiyyee, traktirannya dong!” Pintaku.
“Apaan sih. Nggak ah. Nggak ada duit nih, bokek.” Jawabnya.
“Huuu, buat Leslie aja, apa pun dikasih.” Gerutuku.
“Kamu itu, Leslie kan cewek aku, ya aku kasih dong.” Jawabnya santai.
“Wah, nyantai banget kamu bilangnya.” Ucapku ketus.
“Ya biarin dih!” dia ikutan ketus.
“Huh, aku kan cuma bercanda kali. Nyantai sih mas.” Ucapku.
“Aku juga bercanda kok. Hahahaha… Eh kamu udah ngerjain pr bahasa inggris?”
Tanyanya.
“Udah dong, pasti mau minjem?” tebakku.
“hehehe.. iya nih, pinjem sih.” Pintanya.
“Nih.” Ucapku seraya memberikan buku catatan bahasa inggrisku padanya.
“Makasih.” Ucapnya.
“Iya, masama.” Jawabku.
(((
Huh! Sungguh Rio itu cowok termanja dan terbawel yang pernah kutemui! Kharisma
yang kuat membuatnya disukai para gadis, apa pun yang ia inginkan pasti
dituruti. Leslie pun selalu memanjakannya, hampir setiap ada tugas bahkan
ulangan, Rio meminta diajarkan Leslei. Bahkan Leslie memberikan jawaban
untuknya. Aku mulai muak dengan semua ini. Namun aku puntak dapat berbuat
apa-apa. Aku terjebak.
Parahnya sekarang minggu-minggu UTS. Hampir tiap hari Rio mengajak Leslie
ke kelas, semata-mata untuk mengajarkannya. Seperti hari ini, Rio meminta
Leslie mengajarkannya pelajaran bahasa Jerman di kelas. Melihat itu, hatiku pun
terasa panas. Aku jealous. Ketika aku mulai kesal melihat mereka, aku
memutuskan untuk pergi menjauhi mereka. Mereka tidak menyadari kepergianku.
“Huh! Sebal! Sebal! Sebal!” aku
menggerutu di luar kelas.
“Lu kenapa sih?” Tanya Nicky.
“Bete tau! Di dalam panas banget!” ucapku kesal.
“Di kelas emang panas, gue tadi beli jus nih, mau? Lumayan buat ngademin
tenggorokan lu. Abis itu lu cerita ma gue lu kenapa.” Ujar Nicky.
“Hmm, makasih.” Ucapku ragu, seraya mengambil jus dari tangannya.
“Lu kenapa sih?” Tanyanya.
“Udah dibilangin, aku nggak kenapa-kenapa. Aku tuh Cuma bete aja, di dalam
panas banget.”
Namun aku merasa ada yang menarik lenganku. ”Koki! Kamu mau kemana?” tanyanya.
Aku tak menyangka dia menarik lenganku seperti ini, aku gugup. “Aku mau keluar,
mau cari udara segar, di sini panas.” Ucapku sekeluarnya, untungnya AC di kelas
saat itu memang mati.
“Jangan dong. Di sini aja. Nemenin aku belajar.” Ucapnya.
Aku bingung, Rio sudah berhubungan dengan Leslie, lalu apa maksud dari sikapnya
selama ini dan yang sekarang, jika ia tak memiliki rasa apa pun padaku. Di
depan Leslie ia berani berkata seperti itu. Aku mencoba tetap tenang. “Lho,
ngapain? Kan udah ada Leslie yang ngajarin kamu.” Ucapku. Aku pun menatap
Leslie, Leslie pun menatapku dengan tatapan sedikit kesal.
“Iya nih, Rio. Gimana, sih. Ada aku juga.” Ucap Leslie.
“Ih, ya nggak apa-apa. Aku nya tuh belum paham. Ajarin sih!” Pintanya padaku,
seperti biasa, dengan tatapan memelas yang membuatku tak berdaya menolak
permintaanya.
“Iya.” Ucapku. Lalu aku mulai mengajarinya pelan-pelan. Ia pun mulai menangkap
pelajaran yang aku berikan. Tak perlu waktu lama, ia pun sudah mengerti.
“Udah ngerti?” Tanya Leslie.
“haha.. Iya ngerti.” Ucapnya polos.
“Tuh, sama Keiko aja ngerti, aku jelasin dari tadi nggak ngerti-ngerti.”
Ucap Leslie dengan nada sedikit tinggi namun diselingi canda.
“hehe.. iya yang.” Ucapnya. “Eh, koki, makasih, ya.” Ucapnya riang.
“heuh, iya.” Ucapku kesal namun senang.
Comments
Post a Comment